- See more at: http://blog.ahmadrifai.net/2012/03/cara-membuat-efek-salju-di-blog.html#sthash.0VRt8tb2.dpuf

Minggu, 27 Maret 2016

Person-Centered Therapy (Carl Rogers)

Person-Centered Therapy (Carl Rogers)

Carl Rogers paling dikenal sebagai pencetus terapi yang berpusat pada pribadi (person-centered therapy) Tidak seperti Freud yang pada dasarnya merupakan seorang pakar teori dan menjadikan terapis sebagai kegiatan sekunder, Rogers merupakan terapis yang sempurna, namun tidak terlalu menyukai teori. Rogers lebih tertarik untuk membantu orang lain daripada mencari tahu mengapa mereka melakukan suatu perilaku. Ia akan lebih bertanya mengenai "bagaimana saya dapat membantu orang ini untuk tumbuh dan berekembang?" daripada memikirkan tentang pertanyaan "apa yang menyebabkan orang ini berkembang seperti dengan cara seperti ini?".
Seperti kebanyakan pakar teori kepribadian, Rogers membangun teorinya berdasarkan landasan yang diperolehnya sebagai terapis. Tidak seperti sebagian besar pakar teori lainnya, Rogers secara berkesinambungan melakukan penelitian empiris untuk mendukung teori perkembangannya maupun pendekatan terapinya. Mungkin lebih dari para pakar teori terapis lainnya, Rogers menunjukkan keseimbangan antara pemikiran yang tidak kaku dan studi yang rasional yang dapat memperluas pengetahuan tentang bagaimana manusia merasa dan berpikir.
Selama tahun 1950-an yang merupakan titik tengah karirnya, Rogers diminta untuk menulis tentang apa yang kelak akan disebut dengan teori kepribadian "yang berpusat pada pribadi".
Pada tahun-tahun awal sekitar tahun 1940-an, pendekatan yang dilakukan Rogers dikenal sebagai nondirective, istilah tidak menyenangkan yang diasosiasikan dengan namanya dalam waktu yang cukup lama. Kemudian, pendekatan tersebut memakai beragam istilah, antara lain pendekatan yang berpusat pada klien (client-centered), yang berpusat pada pribadi (person-centered), yang berpusat pada siswa (student-centered), yang berpusat pada kelompok (group-centered), dan person-to-person. Namun, yang digunakan adalah penamaan yang berpusat pada klien untuk merujuk terapi Rogers dan istilah yang lebih luas, yaitu person-centered untuk merujuk pada teori kepribadian Rogers.


Konsep Dasar Person-Centered Therapy
 Pendekatan person-centered therapy menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Terapi ini berfokus pada bagaimana membantu dan mengarahkan klien pada pengaktualisasian diri untuk dapat mengatasi permasalahannya dan mencapai kebahagiaan. Konsep dasar dari terapi ini adalah hal-hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self) dan aktualisasi diri.
Menurut Rogers (1959), bayi mulai mengembangkan konsep diri yang samar saat sebagian pengalaman mereka telah dipersonalisasikan dan dibedakan dalam kesadaran pengalaman sebagai "aku" (I) atau "diriku" (me). Kemudian, bayi secara bertahap menjadi sadar akan identitasnya sendiri saat mereka belajar apa yang terasa baik dan terasa buruk, apa yang terasa menyenangkan dan tidak menyenangkan. Selanjutnya, mereka mulai untuk mengevaluasi pengalaman mereka sebagai pengalaman positif dan negatif, menggunakan kecenderungan aktualisasi sebagai kriteria.
Saat bayi telah membangun struktur diri yang mendasar, kecenderungan mereka untuk aktualisasi mulai berkembang. Aktualisasi diri merupakan bagian dari kecenderungan aktualisasi sehingga tidak sama dengan kecenderungan itu sendiri. Secara singkat, aktualisasi diri adalah kecenderungan untuk  mengaktualisasikan diri sebagaimana yang dirasakan dalam kesadaran. Rogers mengajukan dua subsistem, yaitu konsep diri (self-concept) dan diri ideal (ideal-self).

Konsep Diri
Konsep diri meliputi seluruh aspek dalam keberadaan dan pengalaman seseorang yang disadari oleh individu tersebut. Konsep diri tidak identik dengan diri organismik. Bagian-bagian diri organismik berada di luar kesadaran seseorang atau tidak dimiliki oleh orang tersebut.
Saat manusia sudah membentuk konsep dirinya, ia akan menemukan kesulitan dalam menerima perubahan dan pembelajaran yang penting. Pengalaman yang tidak konsisten dengan konsep diri mereka biasanya disangkal atau hanya diterima dengan bentuk yang telah didistorsi atau diubah.


Diri Ideal
Diri ideal didefinisikan sebagai pandangan seseorang atas diri sebagaimana yang diharapkannya. Diri ideal meliputi semua atribut, biasanya yang positif, yang ingin dimiliki oleh seseorang. Perbedaan yang besar antara diri ideal dengan konsep diri mengindikasikan inkongruensi dan merupakan kepribadian yang tidak sehat. Individu yang sehat secara psikologis akan mellihat sedikit perbedaan antara konsep dirinya dengan apa yang mereka inginkan secara ideal.


Unsur-Unsur Person-Centered Therapy

1. Munculnya Gangguan
Hambatan atas pertumbuhan psikologis terjadi saat seseorang mengalami penghargaan bersyarat,  inkongruensi, sikap defensif, dan disorganisasi.
Penghargaan bersyarat dapat berakibat pada kerentanan, kecemasan, dan ancaman serta menghambat manusia dari merasakan penerimaan positif yang tidak bersyarat. Inkongruensi berkembang saat diri orgasmik dan diri yang dirasakan tidak selaras. Saat diri organismik dan diri yang dirasakan tidak kongruen, manusia cenedrung menjadi defensif serta menggunakan distorsi dan penyangkalan sebagai usaha untuk mengurangi inkongruensi. Manusia yang mengalami disorganisasi saat distorsi dan penyangkalan tidak cukup untuk menahan inkongruensi. Orang-orang yang cenderung tidak menyadari inkongruensi mereka, memungkinkan untuk merasa lebih cemas, terancam, dan defensif.

2. Tujuan Terapi
Rogers (1980) memberikan penjelasan sesuai dengan logika bahwa ketika seseorang merasakan sendiri bahwa mereka dihargai dan diterima tanpa syarat, mereka menyadari bahwa mungkin untuk pertama kalinya mereka dapat dicintai. Sehingga tujuan dari person-centered therapy adalah untuk membuat klien/pribadi seseorang dapat menghargai dan menerima diri mereka sendiri dan untuk mempunyai penerimaan positif yang tidak bersyarat terhadap diri mereka.

3. Peran Terapis
Dalam pandangan Rogers, konselor lebih banyak berperan sebagai partner klien dalam memecahkan masalahnya. Dalam hubungan konseling, konselor ini lebih banyak memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan segala permasalahan, perasaan dan persepsinya, dan konselor merefleksikan segala yang diungkapkan oleh klien.
Agar peran ini dapat dipertahankan dan tujuan dapat dicapai, maka konselor perlu menciptakan iklim atau kondisi yang mampu menumbuhkan hubungan konseling.
Selain peranan diatas, peranan utama konselor adalah menyiapkan suasana agar potensi dan kemampuan yang pada dasarnya ada pada diri klien itu berkembang secara optimal, dengan cara menciptakan hubungan konseling yang hangat. Dalam suasana yang demikian, konselor merupakan agen pembangunan yang mendorong terjadinya perubahan pada diri klien tanpa konselor sendiri banyak masuk dan terlibat langsung dalam proses perubahan tersebut.


TEKNIK-TEKNIK PERSON-CENTERED THERAPY
Terapi ini tidak memiliki metode atau teknik yang spesifik, sikap-sikap terapis dan kepercayaan antara terapis dan klienlah yang berperan penting dalam proses terapi. Terapis membangun hubungan yang membantu, dimana klien akan mengalami kebebasan untuk mengeksplorasi area-area kehidupannya yang sekarang diingkari atau didistorsinya. Terapis memandang klien sebagai narator aktif yang membangun terapi secara interaktif dan sinergis untuk perubahan yang positif. Dalam terapi ini pada umumnya menggunakan teknik dasar mencakup mendengarkan aktif, merefleksikan perasaan-perasaan atau pengalaman, menjelaskan, dan “hadir” bagi klien, namun tidak memasukkan pengetesan diagnostik, penafsiran, kasus sejarah, dan bertanya atau menggali informasi. Untuk terapis person centered, kualitas hubungan terapi jauh lebih penting daripada teknis. Terapis harus membawa ke dalam hubungan tersebut sifat-sifat khas yang berikut;
  • Menerima. Terapis menerima pasien dengan respek tanpa menilai atau mengadilinya entah secara positif atau negatif. Pasien dihargai dan diterima tanpa syarat. Dengan sikap ini terapis memberi kepercayaan sepenuhnya kepada kemampuan pasien untuk meningkatkan pemahaman dirinya dan perubahan yang positif.
  • Keselarasan (congruence). Terapis dikatakan selaras dalam pengertian bahwa tidak ada kontradiksi antara apa yang dilakukannya dan apa yang dikatakannya.
  • Pemahaman. Terapis mampu melihat pasien dalam cara empatik yang akurat. Dia memiliki pemahaman konotatif dan juga kognitif.
  • Mampu mengkomunikasikan sifat-sifat khas ini. Terapis mampu mengkomunikasikan penerimaan, keselarasan dan pemahaman kepada pasien sedemikian rupa sehingga membuat perasaan-perasaan terapis jelas bagi pasien.
  • Hubungan yang membawa akibat. Suatu hubungan yang bersifat mendukung (supportive relationship), yang aman dan bebas dari ancaman akan muncul dari teknik-teknik diatas.



Referensi:
  • Feist, J & Feist, G. J.(2013).Teori Kepribadian.Jakarta: Salemba Humanika
  • Latipun.(2008).Psikologi Konseling.Malang: UMM Press
  • Prayitno & Amti. E.(2004).Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling.Jakarta: Rineka Cipta
  • Abidin, Zanial, 2002. Analisis Eksistensial Untuk Psikologi dan Psikiatri. Bandung: PT Refika Aditama.
  • Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.
  • Gunarsa, Singgih D. 1996. Konseling Dan Psikoterapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
  • Palmer, Stephen. 2010. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Minggu, 20 Maret 2016

Tugas 2 : Terapi Humanistik Eksistensial

Terapi Humanistik Eksistensial


Konsep dasar teori Terapi Humanistik Eksistensial
Istilah psikologi humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).
Meskipun tokoh-tokoh psikologi humanistik memiliki pandangan yang berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama mengenai manusia, yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yaitu eksistensialisme. Eksistensialisme adalah hal yang mengada-dalam dunia (being-in-the-world), dan menyadari penuh akan keberadaannya (Koeswara, 1986 : 113). Para filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaannya, serta bertanggung jawab atas pilihan dan keberadaannya, dalam hal ini “pilihan” menjadi evaluasi tertinggi dari tindakan yang akan diambil oleh seseorang.
Tokoh-tokoh dalam konseling eksistensial-humanistik yaitu, Abraham Maslow, Carl H. Rogers, Holo May, Bagental, Yourard dan Arbuckle.


Konsep Utama Pendekatan Humanistik Eksistensial
  1. Kesadaran diri Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Kesadaran diri membedakan manusia dengan mahluk-mahluk lain. Pada hakikatnya semakin tinggi kesadaran seseorang, semakin ia hidup sebagai pribadi. Meningkatkan kesadaran berarti meningkatkan kesanggupan seseorang untuk mengalami hidup secara penuh sebagai manusia.Peningkatan kesadaran diri yang mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, faktor-faktor yang membentuk pribadi, dan atas tujuan-tujuan pribadi, adalah tujuan segenap konseling. Kesadaran diri banyak terdapat pada akar kesanggupan manusia, maka putusan untuk meningkatkan kesadaran diri adalah fundamental bagi pertumbuhan manusia.
  2. Kebebasan tanggung jawab, kecemasan kesadaran atas kebebasan dan tangung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar bagi manusia. Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia yang mana merupakan sesuatu yang patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasional yang kuat untuk pertumbuhan kepribadian.
  3. Penciptaan makna, manusia itu unik, dalam arti bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian makna dan identitas diri. Manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk yang rasional.


Tujuan-tujuan terapi :
  • Menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan.
  • Menghapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi pribadi.
  • Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan deterministik di luar dirinya.
  • Membantu klien menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dan memperluas kesadaran diri.
  • Membantu klien agar bebas dan bertanggung jawab atas arah kehidupan sendiri.


Fungsi dan Peran Terapis
Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
  1. Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi.
  2. Menyadari peran dari tanggung jawab terapis.
  3. Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik.
  4. Berorientasi pada pertumbuhan.
  5. Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi.
  6. Mengakui bahwa putusan dan pilihan akhir terletak ditangan klien.
  7. Memandang terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis dengan gaya hidup dan pandangan humanistiknya tentang manusia secara implisit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
  8. Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
  9. Bekerja ke arah mengurangi ketergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.


Teknik Terapi
Teori humanistik eksistensial tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur konseling bisa dipungut dari beberapa teori konseling lainnya separti teori Gestalt dan Analisis Transaksional. Tugas konselor disini adalah menyadarkan konseli bahwa ia masih ada di dunia ini dan hidupnya dapat bermakna apabila ia memaknainya.


Kekurangan Terapi Humanistik Eksistensial
Salah satu konsep ekstensial yang paling ditentang oleh kalangan psikologi “ilmiah” ialah kebebasan individu untuk menjadi menurut apa yang diinginkannya. Jika benar, maka konsep ini sudah pasti meruntuhkan validitas psikologi yang berpangkal pada konsepsi tentang tingkah laku yang sangat detrministic. Karena jika manusia benar-benar bebas menentukan eksistensinya, maka seluruh prediksi dan control akan menjadi mustahil dan nilai eksperimen menjadi sangat terbatas.


Kelebihan Terapi Humanistik Eksistensial
  1. Teknik ini dapat digunakan bagi klien yang mengalami kekurangan dalam perkembangan dan kepercayaan diri.
  2. Adanya kebebasan klien untuk mengambil keputusan sendiri.
  3. Memanusiakan manusia.
  4. Bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, analisis terhadap fenomena sosial.
  5. Pendekatan terapi eksistensial lebih cocok digunakan pada perkembangan klien seperti masalah karier, kegagalan dalam perkawinan, pengucilan dalam pergaulan ataupun masa transisi dalam perkembangan dari remaja menjadi dewasa


Kelemahan Terapi Humanistik Eksistensial
  1. Dalam metodologi, bahasa dan konsepnya yang mistikal.
  2. Dalam pelaksanaannya tidak memiliki teknik yang tegas.
  3. Terlalu percaya pada kemampuan klien dalam mengatasi masalahnya (keputusan ditentukan oleh klien sendiri).
  4. Memakan waktu lama.


Daftar pustaka:
  • Corey, G. (2007). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: Refika Aditama
  • http://www.psikologizone.com/konseling-terapi-pendekatan-eksistensial/06511676  (diakses pada 20 april 2015)
  • Corey, Gerald. (1988). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Eresco

Minggu, 13 Maret 2016

TERAPI PSIKOANALISIS

Terapi Psikoanalisis (Sigmund Freud)

Psikoanalisis adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia dan metode psikoterapi. Psikoanalisis berasal dari uraian tokoh psikoanalisa yaitu Sigmund Freud yang mengatakan bahwa gejala neurotic pada seseorang timbul karena tertahannya ketegangan emosi yang ada, ketegangan yang ada kaitannya dengan ingatan yang ditekan, ingatan mengenai hal-hal yang traumatic dari pengalaman seksual pada masa kecil. Selain itu, Freud juga mengatakan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh kekuatan irasional yang tidak disadari dari dorongan biologis dan dorongan naluri psikoseksual tertentu pada masa lima tahun pertama dalam kehidupannya.


Konsep-konsep utama terapi psikoanalisis:
  1. Struktur kepribadian
  • Id (tidak memiliki kontak yang nyata dengan dunia nyata, id berfungsi untuk memperoleh kepuasan sehingga disebut sebagai prinsip kesenangan).
  • Ego (disebut juga sebagai prinsip kenyataan. Ego berhubungan langsung dengan duni nyata, ego juga memiliki peran untuk mengambil keputusan dalam kepribadian. Ego menjadi penengah/penyeimbang antara id dan superego).
  • Superego (disebut sebagai prinsip ideal. Kepribadian yang terlalu didominasi oleh super ego akan merasa selalu bersalah, rasa inferiornya yang besar).

     2. Kesadaran & Ketidaksadaran
  • Konsep ketidaksadaran.
  • Mimpi yang merupakan pantulan dari kebutuhan, kenginan dan konflik yang terjadi dalam diri.
  • Salah ucap/lupa.
  • Sugesti pasca hipnotik.
  • Materi yang berasal dari teknik asosiasi bebas.
  • Materi yang berasal dari teknik proyektif.

     3. Kecemasan
Adalah suatu keadaan tegang atau takut yang mendalam akan peristiwa yang akan terjadi/belum terjadi. Kecemasan juga timbul akibat konflik dari id, ego, dan superego. Kecemasan terdiri dari 3 jenis yaitu kecemasan neurosis yaitu cemas akibat bahaya yang belum diketahui, kecemasan  moral yaitu cemas akibat konflik antara kebutuhan nyata/realistis dan perintah superego, dan yang ketiga adalah kecemasan realistis yaitu kecemasan yang terkait dengan rasa takut misalnya kecemasan akan bahaya.


Tujuan terapi:
  • Mengungkapkan konflik-konflik yang dianggap mendasari munculnya ketakutan yang ekstrem dan reaksi menghindar yang menjadi karakteristik gangguan ini.
  • Membentuk kembali struktur karakter individu dengan membuat pasien sadar akan hal yang selama ini tidak disadarinya.
  • Focus pada upaya mengalami kembali pengalaman masa anak-anak.


Peran terapis:
  • Membantu pasien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal dalam menangani kecemasan secara realistis.
  • Membangun hubungan kerja dengan pasien, dengan banyak mendengar & menafsirkan
  • Terapis memberikan perhatian khusus pada penolakan-penolakan pasien
  • Mendengarkan kesenjangan & pertentangan pada cerita pasien


Teknik – teknik dalam terapi psikoanalisa:

1. Asosiasi bebas
Terapi asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman2 masa lalu  & pelepasan emosi2 yg berkaitan dg situasi2 traumatik di masa lalu. Pasien secara bebas mengungkapkan segala hal yang ingin dikemukakan, termasuk apa yang selama ini ditekan di alam bawah sadar. Pasien mengungkapkan tanpa dihambat atau dikritik. Namun, ada hal yang menjadi salah satu hambatannya yaitu pasien melakukan mekanisme pertahanan diri saat mengungkapkan hal, sehingga tidak semua hal bisa terungkap. Maka, pasien diminta untuk berbaring di dipan khusus dan psikoanalisnya duduk di belakang. Pasien dan psikoanalis tidak berhadapan langsung, sehingga diharapkan pasien dapat mengungkapkan pikirannya tanpa merasa terganggu, tertahan, atau terhambat oleh terapis.

2. Penafsiran
Adalah suatu prosedur dalam menganalisa asosiasi bebas, mimpi, resistensi dan transferensi. Dengan kata lain teknik ini digunakan untuk menganalisis teknik-teknik yang lainnya. Prosedurnya terdiri atas tindakan-tindakan analisis yang menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari klien makna-makna tingkah laku yang dimanifestasikan oleh mimpi-mimpi, asosiasi bebas, resistensi-resistensi dan hubungan terapeutik itu sendiri.

3. Analisis Mimpi
Adalah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan-bahan yang tidak disadari dan memberikan kepada pasien atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Freud menganggap bahwa mimpi merupakan jalan keluar menuju kesadaran karena pada saat tidur, semua pemikiran yang ditekan di alam bawah sadar bisa muncul ke permukaan. Pada teknik ini difokuskan untuk mimpi-mimpi yang berulang-ulang, menakutkan, dan sudah pada taraf mengganggu.

4. Analisis Resistensi
Adalah dinamika yang tidak disadari untuk mempertahankan kecemasan. Terapis harus bisa menerobos kecemasan yang ada pada pasien sehingga pasien bisa menyadari alasan timbulnya resitensi tersebut. Setelah klien bisa menyadarinya, pasien bisa menanganinya dan bisa mengubati tingkah lakunya.

5. Analisis Transferensi/Pengalihan
Adalah teknik utama dalam terapi psikoanalis karena dalam teknik ini, masa lalu dihidupkan kembali. Pada teknik ini diharapkan pasien dapat memperoleh pemahaman atas sifatnya sekarang yang merupakan pengaruh dari masa lalunya.


Sumber:

  • Feist, J., & Feist, G. J. (2009). Theories of Personality (7th ed.). New York: McGraw-Hill.
  • Gunarsa, S.D. (1996). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : Gunung Mulia
  • http://indryawati.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/21332/TERAPI+PSIKOANALISIS.doc
  • http://kk.mercubuana.ac.id/elearning/files_modul/61033-10-411390766721.doc